PSIKOLOGI PERKEMBANGAN



SOAL
Uraikan pendapat anda secara teoritis dan empiris kaitan antara Perkembangan dalam berbagai aspeknya pada anak usia pendidikan dasar dan Pembelajaran yang relevan! 
Jawab:
Perkembangan Kognitif
Secara teoritis menurut Piaget anak usia pendidikan dasar berada pada tahapan operasional konkret (umur 7-11 tahun). Pada tahap ini, skema kognitif anak berkembang, terutama berkenaan dengan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah. Anak mulai menunjukkan perilaku belajar: 1) mulai memandang dunia secara objektif, 2) mulai berpikir secara operasional, 3) menggunakan cara berpikir operasional untuk menggolongkan (mengklasifikasi) berdasarkan ciri dan fungsi sesuatu; mengurutkan sesuatu misalnya dari yang terkecil ke yang terbesar; membandingkan benda-benda, 4) memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, berat, konservasi, yaitu kemampuan memahami bahwa sesuatu itu tidak berubah walaupun misalnya sesuatu itu dipindahkan tempatnya, 5) kemampuan membandingkan pendapat orang.
Perkembangan Emosi
Pada aspek emosi anak usia pendidikan dasar telah dapat: 1) mengekpresikan reaksi terhadap orang lain, 2) mengontrol emosi, 3) berpisah dengan orang tua, dan 4) belajar tentang benar dan salah (Sunardi, dkk.  2017: 10). 
Implikasi dari perkembangan di atas, maka guru mestinya menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak dan menambah tanggung jawab anak. Selain itu, guru hendaknya mengembangkan keberanian dan perasaan percaya diri siswa, juga keterbukaan siswa terhadap kritik

Perkembangan Kecenderungan Belajar
Pada aspek kecenderungan belajar anak usia pendidikan dasar memiliki tiga ciri yakni konkret, integratif, dan hirarkis. Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang nyata, segala sesuatu dapat dilihat, didengar, diraba, dikotak-katik dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan  sebagai sumber belajar. Integratif berarti memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan. Hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. Hirarkis mengandung makna bahwa cara anak belajar berkembang secara bertahap, mulai dari hal yang sederhana ke hal yang lebih kompleks. 
Maka pembelajaran bagi siswa sekolah dasar hendaknya: membangkitkan rasa ingin tahu siswa, menghadapkan siswa pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru, memungkinkan siswa melakukan eksplorasi, berpikir, dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi baik dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa. Untuk itu, guru hendaknya memfasilitasi siswa untuk belajar/bekerja dalam kelompok kecil.

Perkembangan Fisik
Mengacu kepada tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Yelon dan Weinstein (1977), tahap perkembangan siswa sekolah dasar tergolong pada Masa Kanak-kanak (Childhood). Perkembangan aspek fisik pada masa ini yaitu.
Keterampilan-keterampilan badan cukup baik, otot-otot kuat, dan terkoordinasi
Turut serta dalam permainan permainan kelompok
Perkembangan keseimbangan lebih lanjut, kegesitan, daya tahan, kekuatan tenaga dan keterampilan khusus.
Implikasi dari perkembangan fisik di atas yakni guru hendaknya betul-betul menyadari pentingnya hal tersebut bagi siswa sekolah dasar, terutama di kelas-kelas rendah. Selain itu perlu diperhatikan, kegiatan fisik siswa akan turut membantu perkembangan kognitifnya. Ketika anak dihadapkan kepada konsep abstrak, anak perlu perlu melakukan aktivitas fisik untuk membantu mereka menghayati konsep-konsep yang belum dikenalnya itu. Sehubungan dengan itu dalam rangka pembelajarannya, siswa sekolah dasar hendaknya dihadapkan pada kegiatan kegiatan yang aktif secara fisik.
Perkembangan Moral
Adapun mengenai perkembangan moralnya, menurut Kohlberg siswa SD berada pada pergeseran dari akhir tahap 1 (kepatuhan dan hukuman), tahap 2 (Instrumental Relatif) dan menuju tahap 3 (Orientasi Keselarasan Interpersonal). Implikasi dari tahap perkembangan di atas, maka guru hendaknya bersamasama menciptakan aturan dan kejujuran, secara konsisten mengupayakan disiplin yang tegas dan dapat dipahami. Namun demikian, pada kelas-kelas rendah, para guru diharapkan mempertimbangkan orientasi kepatuhan dan hukuman pada diri siswa.

Perkembangan Bahasa
Menurut Yusuf (2005: 118), bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya, yaitu kemampuan bahasanya, yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan. Yusuf pun menuturkan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang petualangan, riwayat pahlawan, dan lain – lain). Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju. Dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. Misalnya, kata tanya yang semula digunakan hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan “di mana”, “mengapa”, “bagaimana”, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pelajaran bahasa sengaja diberikan di sekolah dasar dapat menambah perbendaharaan kata peserta didik, melatih peserta didik menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesusastraan, dan keterampilan mengarang. implikasi perkembangan bahasa pada peserta didik.
Apabila kegiatan pembelajaran yang diciptakan bersifat efektif, maka perkembangan bahasa peserta didik dapat berjalan secara optimal. Sebaliknya apabila kegiatan pembelajaran berjalan kurang efektif, maka dapat diprediksi bahwa perkembangan bahasa peserta didik akan mengalami hambatan.
Bahasa adalah alat komunikasi yang paling efektif dalm pergaulan sosial. Jika ingin menghasilkan pembelajaran yang efektif untuk mendapatkan hasil pendidikan yang optimal, maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif dan memungkinkan peserta didik yang terlibat dalam interaksi pembelajaran dapat berperan secara aktif dan produktif.
Meskipun umumnya anak SD memiliki kemampuan potensial yang berbeda – beda, namun pemberian lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa sejak dini sangat diperlukan.

Jelaskan dengan contoh penggunaan self-report methodology  dalam penelitian perkembangan manusia!
Jawab:
Self-Report Methodologies (laporan catatan diri)
Teknik ini dilakukan dengan cara menanyakan pertayaan yang sama persis dalam urutan yang sama sehingga tanggapan dari peserta yang berbeda dapat dibandingkan. Ada tiga cara yang umum digunakan dalam teknik ini yakni wawancara, kuisioner & metode klinis.
Saya akan memberi contoh penggunaan metode klinis. Metode klinis memiliki kesamaan dengan teknik wawancara. Mulanya penyelidik memberikan sebuah tugas atau stimulus yang cukup singkat yang kemudian dapat mengundang respon dari peserta tsb. Setelah peserta merespon, maka penyelidik mulai menanyakan pertanyaan selanjutnya yang bertujuan untuk mengklarifikasi kebenaran jawaban dari peserta. 
Saya ambil contoh dari Piaget’s work (1932/1965, p. 140) dalam Shaffer, dkk. (2010: 13)
Do you know what a lie is? —It’s when you say what isn’t true. —Is 2 + 2 = 5 a lie? —Yes, it’s a lie. —Why? —Because it isn’t right. —Did the boy who said 2 + 2 = 5 know it wasn’t right or did he make a mistake? —He made a mistake. —Then if he made a mistake, did he tell a lie or not? —Yes, he told a lie.
Semua peserta pada awalnya akan ditanyai dengan pertanyaan yang sama, respon atau jawaban dari peserta menentapkan pertanyaan selanjutnya yang akan ditanyakan oleh penyelidik. Teknik ini menyadari bahwa semua peserta itu unik. Keuntungan dari teknik ini yakni peneliti akan mendapatkan jawaban yang meaningfull dari peserta karena pertanyaan tindak lanjut berasal dari jawaban atau respon peserta sebelumnya. Namun, kesimpulan yang didapat bisa saja merupakan hasil dari penafsiran subjektif penyelidik. Sehingga, teknik riset lainnya dibutuhkan untuk membuktikan kebenaran.

Jelaskan kekuatan dan kelemahan metode pengumpulan data dan Desain penelitian  perkembangan yang sudah Anda pelajari!
Jawab:
Metode Pengumpulan Data
No
Metode
Kekuatan
Kelemahan

1.
Laporan Catatan Diri


Wawancara & Kuisioner
Dapat mengumpulkan informasi dengan cepat
Kurang akurat dalam pengumpulan data. Hal ini dikarenakan keterampilan verbal peserta.dan pemahaman terhadap pertanyaan kurang.


Metode Klinis
flexible Method.
Respon dari peserta menentukan pertanyaan selanjutnya.
penafsiran secara subjektif oleh penyelidik.
Penarikan kesimpulan kurang terpercaya.

2.
Pengamatan Tersistematis


Naturalistic Observation
Mempelajari perilaku seseorang sebagaimana yang sebenarnya terjadi selama aktivitas kesehariannya berlangsung
Terkadang tidak menunjukkan perilaku yang sebenarnya
Perilaku yang teramati kemungkinan dipegaruhi oleh kehadiran pengamat.
Sulit mengamati Perilaku yang tidak biasanya/tidak wajar selama pengamatan berlangsung.


Structured Observation
Menawarkan lingkungan standar yang dapat memberikan kesempatan anak untuk menampilkan perilaku mereka.
Cara yang tepat dalam mengamati tindakan yang tidak terlalu sering dapat diamati dan perilaku antisosial.
Pengamatan yang direkayasa (tidak selalu sesuai dengan tingkah/perilaku mereka seharusnya).

3.
Case Studies
Metode yang kaya akan sumber data dan menuntut peneliti untuk mempertimbangkan sumber data tersebut sebelum penarikan kesimpulan.
Kesimpulan yang didapat tidak berlaku untuk umum/orang lain.
Jenis data yang terkumpul sering kali berbeda dari satu kasus ke kasus yang lain dan bisa jadi kesimpulan kurang akurat dan tidak jujur.
Kesimpulan yang didapat bisa saja subjektif.

4.
Etnography
Memberikan gambaran yang lebih luas mengenai budaya kepercayaan, nilai-nilai, dan tradisi dalam suatu kelompok masyarakat.
Hasil tidak dapat digeneralisasi melampaui kelompok dan situasi yang dipelajari
Kesimpulan bisa saja dipengaruhi oleh nilai-nilai yang melekat pada penyidik.

5.
Psychophsyological Methods
Berguna untuk menilai dasar-dasar perkembangan biologi & mengidentifikasi persepsi, pikiran dan emosi bayi serta balita yang belum mampu melaporkan secara verbal.
Tidak dapat menunjukkan dengan pasti apa yang dirasakan peserta.
Banyak faktor yang bisa menyebabkan tanggapan fisiologis yang serupa.


Desain Penelitian Perkembangan
Desain
Kekuatan
Kelemahan


Cross sectional
Memperkirakan kekuatan dan arah hubungan antar variable di lingkungan alam
Mengumpulkan informasi tentang dua variable atau lebih tanpa intervensi oleh peneliti

Bias dalam menafsirkan hasil 
Tidak memberikan data tentang perkembangan individu karena setiap peserta diamati hanya pada satu titik waktu.
Tidak melacak perkembangan dari orang yang sama diwaktu yang sama melainkan membandingkan kelompok yang berbeda pada usia yang berbeda pula.

Longitudinal
Memberikan data tentang perkembangan individu;
Dapat mengungkapkan hubungan antara pengalaman awal dan hasil akhir; 
Menunjukkan bagaimana individu bisa sama dan  berbeda saat mereka bisa berubah.
Relatif memakan waktu dan perubahan lintas generasi dapat membatasi kesimpulan seseorang pada kelompok yang dipelajari.

Sekuential
Menunjukkan apakah perubahan perkembangan yang dialami oleh satu kohort serupa dengan yang dialami oleh kohort lain; 
Memakan waktu daripada penelitian cross-sectional; meskipun merupakan desain terbaik dan masih ada pertanyaan tentang apakah perubahan perkembangan dapat digeneralisasi di luar kohort yang diteliti.

Microgenetic
Mengungkapkan bagaimana dan mengapa perubahan terjadi.
Pengalaman yang diberikan merangsang perubahan yang mungkin tidak bertahan lama


Klasifikasikan dengan menggunakan mindmap hakekat Teori-teori perkembangan yang sudah Anda pelajari!
Jawab: 
“Inteligensi dan sifat-sifat kepribadian anak banyak  dipengaruhi oleh faktor gen yang membentuknya! Apa yang dapat Anda pelajari dari pernyataan ini untuk mengelola proses pembelajaran!
Jawab: 
Intelegensi serta pewarisan sifat-sifat kepribadian anak memang dipengaruhi oleh faktor genetika, hal ini menyebabkan tingkat intelegensi atau kecepatan belajar seorang anak akan berbeda dengan anak lainnya. Intelegensi yang dimiliki oleh seseorang sangat berkaitan erat dengan prestasi yang dimilikinya. Anak yang memiliki kecerdasan rendah cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah pula. Perbedaan intelegensi yang dimiliki oleh suatu individu hendaknya tidak dipandang dalam sisi kepintarannya saja. Anak yang memiliki intelegensi rendah dalam hal belajar tidak bisa dikatakan sebagai anak yang bodoh. Anak tersebut kemungkinan mempunyai kecerdasan yang berbeda dengan anak lainnya. Sehingga perbedaan intelegensi yang terdapat dalam kelas biarlah dijadikan sebagai suatu dinamika yang perlu dipahami. Ada 3 cara yang dapat saya sarankan melihat fakta di atas. 
Program Percepatan 
Yaitu pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki oleh siswa, dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat menyelesaikan program reguler dalam angka waktu yang lebih singkat dibandingkan teman-temannya.
Remidial 
Pemberian layanan pendidikan kepada siswa yang mengalami kesulitan/hambatan dengan memberikan pelajaran dan atau tugas tambahan sehingga mereka dapat menyelesaikan program sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Program Pengayaan 
Yaitu pemberian layanan pendidikan sesuai dengan potensi kecerdasan yang dimiliki siswa, dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat perluasan/ pendalaman, setelah yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yag diprogramkan untuk siswa lainnya.

Selain dari tiga program di atas, implikasi pembelajaran dari perbedaan individual setiap siswa dapat dilakukan evaluasi sebagai berikut.
Menggunakan pendekatan pembelajaran ekletik dan fleksibel; disertai penggunaan multimedia dan multimetode.
Memahami pilihan gaya belajar siswa kemudian menyediakan lingkungan belajar yang mendukung gaya belajar mereka. 
Memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang menggabungkan pilihan cara belajar siswa, menggunakan metode mangajar, alat, dan situasi yang direncanakan sesuai dengan pilihan siswa.
Gunakan kombinasi cooperative learning dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa. 
Berikan waktu yang cukup untuk memproses dan memahami informasi. 
Gunakan alat-alat multi sensory untuk memproses, mempraktekkan dan memperoleh informasi. 

Apa yang dapat Anda pelajari terkait kemampuan sensori dan proses belajar dasar pada masa anak-anak (infancy), dan bagaimana  pembelajarannya!
Jawab: 
Tahap sensorimotor ada pada usia antara 0-2 tahun,  mulai pada masa bayi ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya. Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat kepada orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi. Tindakannya berawal dari respon refleks, kemudian berkembang membentuk representasi mental. Anak dapat menirukan tindakan masa lalu orang lain, dan merancang kesadaran baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan secara mental skema dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Dalam periode singkat antara 18 bulan atau 2 tahun, anak telah mengubah dirinya dari suatu organisme yang bergantung hampir sepenuhnya kepada refleks dan perlengkapan heriditer lainnya menjadi pribadi yang cakap dalam berfikir simbolik. Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium sensorimotor, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan-tindakan konkrit dan bukan tindakan-tindakan yang imaginer atau hanya dibayangkan saja, tetapi secara perlahan-lahan melalui pengulangan dan pengalaman konsep obyek permanen lama-lama terbentuk. Anak mampu menemukan kembali obyek yang disembunyikan.  
Piaget Membagi Tahap Sensorimotor dalam Enam Periode yaitu.
Periode 1: Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.    
Periode 2: Kebiasaan  (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasankebiasaan pertama. Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai menggunakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala kesumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan  konsep benda. Anak perlu dilatih dengan bayak pengalaman visual.
Periode 3: Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah. Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
Periode 4: Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyai konsep tentang ruang.
Periode 5: Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok pada perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana bendabenda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda  secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.    
Periode Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetap juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi representatif. Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah maju, representasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.

Perkembangan fisik sangat terkait dengan perkembangan kognitif anak! Jelaskan apa implikasi pembelajarannya!
Jawab: 
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh baik berat maupun tinggi badan serta kekuatannya, memungkinkan anak untuk lebih aktif dan berkembang keterampilan fisiknya, dan berkembang pula eksplorasi terhadap lingkungan tanpa bantuan orang lain. 
Kuhlen dan Thompson dalam Murni (2017: 23) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek.
a. Sistem saraf yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; 
b. Otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; 
c. Kelenjar Endoktrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; 
d. Struktur fisik/tubuh yang meliputi tinggi berat dan proporsi. 
Dari empat aspek perkembangan fisik yang telah disebutkan di atas, jelas terdapat kaitan antara perkembangan fisik dengan perkembangan kognitif anak.
Terlebih lagi ditambah dengan fakta bahwa salah satu faktor penentu intelegensi seorang anak yakni kematangan. Kematangan disini mengacu pada kemampuan organ dalam melakukan fungsinya masing-masing.
Kondisi jasmani yang kurang baik katakanlah mengalami kecacatan mempunyai tingkat intelegensi yang jauh berbeda dengan kondisi jasmani yang baik. Sebagai contoh yaitu anak yang mengalami kekurangan dalam indera pendengarannya pastilah mempunyai kesulitan untuk mendengar dan memahami suatu materi pelajaran dengan baik. Ketika anak tersebut tidak mampu mendengar apa yang disampaikan oleh gurunya kemungkinan anak tersebut akan mengalami kemunduran prestasi karena proses belajar yang terganggu. Karena belajar membutuhkan indra yang baik. Jika salah satu indra mengalami gangguan maka proses belajarpun akan mengalami gangguan. Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Dengan kata lain, perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar anak.

“Banyak penjelasan sederhana mengenai perkembangan anak saat ini dapat dilihat dari neurosciences”! Jelaskan dengan contoh beberapa kajian neuroscience  khususnya tentang  perkembangan kognitif anak!
Jawab:
Pada hakikatnya neurosciences adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang neuron (sel saraf) dan umumnya para neurosaintis memfokuskan pada sel saraf yang ada di otak (Pasiak, 2006: 47) 
Contoh kajian neuroscience berkaitan dengan perkembangan kognitif anak datang dari salah satu penelitian yang mengungkapkan bahwa dengan menciptakan suasana gembira akan merangsang keluarnya endorfin dari kelenjar di otak dan selanjutnya akan mengaktifkan asetilkoloin  di sinaps. Seperti yang diketahui, sinaps merupakan pengubung antar sel saraf menggunakan zat kimia terutama asetikoloin sebagai neurotransmitternya. Dengan aktifnya asetikoloin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Lebih jauh suasana gembira akan mempengaruhi cara otak dalam memproses, menyimpan, dan mengambl kembali informasi.
Kajian lainnya berkenaan dengan musik. Musik dapat mengkondisikan otak untuk waspada sekaligus relaks. Hal ini dapat dilakukan dengan musik yang menenangkan dan latihan pernapasan yang dapat menghilangkan pikiran yang menggangu. Musik dapat juga mengaktifkan otak kanan untuk siaga menerima informasi dan membantu memindahkan informasi tersebut ke dalam bank memori jangka panjang. Kondisi relaks dan waspada merupakan pintu masuk bawah sadar. Jika informasi dibacakan dengan dibarengi musik, maka akan mengambang di alam bawah sadar kita dan ditransmisikan dengan lebih cepat  serta disimpan dalam file yang lebih benar.

Satu lagi kajian neuroscience yang berkaitan dengan perkembangan kognitif yakni munculnya paradigma brain-based learning. Pembelajaran berbasis otak. Dalam pembelajaran berbasis otak ini, pola pembelajaran diubah dari rileks menjadi pola pembelajaran aktif sehingga simpul-simpul dalam otak dapat memainkan perannya secara utuh. Model pembelajaran ini diyakini secara langsung berperan terhadap proses pengkayaan (enrichment) otak. Adanya pengalaman-pengalaman baru mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak.

Jelaskan dengan contoh bagaimana anak-anak belajar menurut Teori Piaget dan Vigotsky!
Jawab:
Teori Piaget
Tahap operasional konkret digambarkan dengan terjadinya perubahan positif dari ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit menjadi berkurang, artinya anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi itu satu sama lain. Oleh karenanya masalah konservasi sudah dikuasai dengan baik. 
Konservasi ditunjukkan dalam eksperimen Piaget yang terkenal yaitu konservasi cairan. Anak diperlihatkan kepada dua gelas identik, kedua gelas tadi berisikan jumlah air yang sama banyaknya. Setelah anak mengetahui bahwa kedua gelas berisi air berada dalam jumlah yang sama, si peneliti menuangkan air dari satu gelas ke dalam gelas yang lebih tinggi dan kurus. Anak kemudian ditanya, apakah gelas yang lebih tinggi itu berisikan air dalam jumlah yang sama, lebih banyak atau lebih sedikit dibandingkan dengan gelas yang satunya? (Syaodih, 2004: 20)
Anak-anak pada tahap operasional konkret mengetahui bahwa jumlah cairan tetap sama, bahwa suatu perubahan dalam satu dimensi yaitu tinggi cairan di dalam gelas dapat diimbangi dengan perubahan yang sebanding dalam dimensi lain yaitu lebar gelas. Sama halnya ia dapat mengerti bahwa jumlah tanah liat pada sebuah balok tidak berubah bila bentuknya diubah. 
Dalam eksperimen konservasi jumlah yang tipikal, satu barisan yang terdiri dari 5 kancing dideretkan di atas satu barisan yang juga terdiri dari 5 kancing sehingga kedua barisan sama panjangnya. Si anak setuju bahwa kedua barisan memiliki jumlah kancing yang sama. Namun, apabila satu barisan dipendekkan dengan jalan merapatkan jarak kancing-kancingnya, anak praoperasional mungkin mengatakan bahwa barisan yang panjang mempunyai kancing lebih banyak. Anak pada tahap operasional konkrit tahu bahwa penyusunan ulang kancing-kancing tersebut tidak mengubah jumlahnya. 
Menurut Piaget, anak pada tahap ini mengerti masalah konservasi karena mereka dapat melakukan operasi mental yang dapat dibalikan (reversible).  Reversible transformation (transformasi bolak-balik) terjadi dalam dua bentuk yaitu; (1) inversion (kebalikan) + A kebalikan dari - B (penjumlahan kebalikan pengurangan, perkalian kebalikan pembagian), (2) recipocity (timbal balik), A < B timbal balik dengan B > A (luas permukaan air pada sebuah gelas kompensasi dari tinggi permukaan air dan tinggi permukaan air kompensasi dari luas permukaan air). Ketika sebuah obyek mengalami perubahan kuantitasnya tidak berubah. Hal ini oleh Piaget disebut konservasi. 
Seriasi adalah satu lagi karakteristik tahap operasional konkrit yang merupakan  kemampuan menyusun obyek menurut beberapa dimensi seperti berat atau ukuran. Seriasi mengilustrasikan penangkapan anak akan satu hal dari prinsip logis yang penting dan disebut transivitas, yang mengatakan bahwa ada hubungan tetap tertentu di antara kualitas-kualitas obyek. Misalnya,  bila A lebih panjang dari B, dan B lebih panjang dari C, maka A pasti lebih panjang dari C. Anak-anak pada tahap ini tahu keabsahan kaidah itu sekalipun mereka tidak pernah melihat obyek A, B, dan C. Kompetensi yang oleh Piaget dinamakan seriasi sangat penting untuk pemahaman hubungan bilangan khususnya dalam matematik.  
Pemahaman lain pada tahap operasional konkrit, dapat menalar serentak mengenai bagian dan keseluruhan yang dikenal dengan istilah inklusi kelas. Pemahaman mengenai inklusi kelas ini mengilustrasikan prinsip logis bahwa ada hubungan hirarkis di antara kategori-kategori. Apabila anak pada tahap ini dihadapkan kepada delapan permen merah dan empat permen coklat, kemudian ditanya, “mana permen yang lebih banyak, permen kuning atau lebih banyak permen coklat ?”. Anak yang berumur 5 tahun akan mengatakan “lebih banyak permen kuning”. Jawaban ini menurut Piaget, mencerminkan ketidakmampuan anak untuk bernalar mengenai bagian atau keseluruhan secara serentak. Walaupun pada anak-anak ini lebih pesat melampaui anak-anak praoperasional dalam penalaran, pemecahan masalah dan logika. Pemikiran mereka masih terbatas pada operasi konkrit. Pada tahap ini anak dapat mengkonservasi kualitas serta dapat mengurutkan dan mengklasifikasikan obyek secara nyata. Tetapi mereka belum dapat bernalar mengenai abstraksi. Jadi mereka mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah secara verbal yang sifatnya abstrak. 

Teori Vygotsky 

Menurut Vygotsky kognitif anak berkembang melalui interaksi sosial. Melalui sejumlah bantuan yang diberikan oleh orang yang sudah terampil, misalnya dalam pemecahan masalah. Vygotsky mengenal istilah ZPD (Zone of Proximal Development) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya  yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri  dengan tingkat perkembangan potensial  yang didefinisikan dengan kemampuan memecahkan masalah dengan bantan orang lain melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Vygotsky juga mengenal istilah scaffolding yakni pemberian sejumlah bantuan oleh orang yang dianggap ahli secara bertahap, sehingga kemampuan kognitif anak berkembang secara bertahap.
Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yakni.
Menghendaki setting kelas kooperatif, seingga siswa dapat saling berinteraksi dan dapat saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif.
Pendekatan Vygotsky menekankan pada scaffolding, sehingga model pembelajaran kooperati dinilai sesuai karena dalam pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yakni interaksi antara siswa denga siswa, siswa dengan guru.
Berdasarkan uraian di atas, Vygotsky menekankan bahwa pengkonstruksian pengetahuan seseorang individu dicapai melalui interaksi sosial. Tahap perkembangan aktual (tahap I) terjadi pada saat siswa berusaha sendiri menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan aktual ini dapat mencapai tahap maksimu apabila mereka dihadapkan dengan masalah yang menantang sehingga terjadilah konflik kognitif di dalam dirinya yang memicu mereka menggunakan segenap pengetahuan dan pengalamannya dalam menyelesaikan masalah tersebut (Sunardi, 2017: 14)
Perkembangan potensial (tahap II) terjadi pada saat siswa berinteraksi dengan pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih. Perkembangan potensial ini akan mencapai tahap maksimal jika pembelajaran dilakukan secara kooperatif dalam kelompok kecil yakni dua sampai empat orang dan guru melakukan intervensi secara proporsional dan terarah. Dalam hal ini guru dituntut menerapkan tekik scaffolding yaitu membantu kelompok secara tidak langsung dengan menggunakan teknik bertanya yang efektif atau memberikan petunjuk seperlunya. Dalam proses pengkonstruksian pengetahuan ini  terjadi rekonstruksi mental yaitu berubahnya struktur kognitif  dari skema yang telah ada menjadi skema baru yang lebih lengkap.
Proses internalisasi (tahap III) merupakan aktivitas mental tingkat tinggi yang terjadi karena adanya interaksi sosial.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMANFAATAN APLIKASI VIDEOSCRIBE & KINEMASTER DALAM PEMBUATAN BAHAN AJAR BERBASIS MULTIMEDIA

PENELITIAN DESKRIPTIF